...and the story begin
PINDANG IKAN PATIN
Sunday, November 27, 2005
 
Lama banget nggak nyobain resep baru. Dulu suka masak, tapi karena masakanku jarang banget enak, jadi aku lebih memilih beli matengan daripada berpayah-payah masak, dan nggak kemakan karena rasanya yang ajaib itu. Kangen pengen ngerasain pindang ikan patin, masakan khas sum-sel, berkuah kuning, dengan aroma yang membuat lambung terasa sangat kosong.

Beruntungnya aku, kangenku terobati. Setelah postingan Mas Wisa tentang pindang yang Hot and Spicy, yang resepnya juga nggak ketinggalan diposting. Minggu kemarin aku nyoba masak pindang ikan patin yang resepnya hasil contekan dari Mas Wisa. Pagi sekali, belum ada jam tujuh, aku ke pasar Ngasem yang letaknya nggak terlalu jauh dari rumahku. Pasar tradisional yang dekat dengan Tamansari dan Sumur Gemuling itu mungkin cuma berjarak kurang dari dua kilometer dari rumahku. Lama aku nggak ke pasar, selain jarang masak, di sekitar rumahku banyak pedagang sayur keliling, dan banyak juga yang membuka warung sayur di depan rumahnya. Jadi frekuensiku ke pasar dalam sebulan bisa dihitung jari, sebelah tangan pula.

Aku nggak langsung menuju onggokan sayur dan ikan yang bakal jadi bahan dasar membuat pindang. Aku masih betah berlama-lama di depan penjual ikan hias. Memperhatikan ikan aduan (Beta) yang warnanya bagus, aku suka yang ungu. Ada lagi kura-kura kecil, koi, koki yang lucu karena perut yang menggelembung dan mata yang besar, membuat bodinya seperti nggak proporsional :). Tersenyum kecil aku tinggalkan tempat itu menuju tempat penjual ikan yang bisa dimakan *ikan yang tadi nggak enak dimakan, tapi kalo ada yang ngotot, silahkan!.

Rupanya nelayan di pantai selatan nggak banyak yang melaut, imbas dari kenaikan BBM tempo hari membuat mereka harus mengeluarkan modal Rp. 200.000 dulu untuk beli bensin, sebagai bahan bakar mesin perahu mereka.Modal yang besar dengan hasil tangkapan yang belum tentu seimbang. Cuma ada berapa gelintir ikan, untunglah ada patin. Aku pilih yang besar dua ekor dan langsung dibersihkan di tempat.

Aku mampir di penjual dawet, ngicipin sebentar, mampir di tukang getuk dibungkuskan tiga, mampir lagi di tukang penjual gandos dibungkuskan lagi, berhenti lagi di penjual jajan pasar, ada dadar gulung, kipo makanan khas kota gede, dan ketan yang diatasnya ada kelapanya. ada lagi kerumunan ibu-ibu, gak ketingalan aku ikutan nyelip diantaranya, ealah bukan ngerubuti penjual obat, tapi mbah tua yang jualan geblek, aku juga baru denger makanan ini, dari tepung kanji yang entah diapakan, penasaran aku jadi beli juga, tiga bungkus malah :P.Ya ampun...keranjang belanjaanku dipenuhi makanan, bukan sayur. Belum lagi aku dititipin Alif, kangkung untuk makanan kelinci, Husbie juga nitip dibelikan es kelapa muda...weleh...terseok-seok aku bawa belanjaan yang beratnya cuma makanan doang. Bumbu dapur dan sayur hampir aja kelupaan setelah aku berada di mobil, duh aku harus balik lagi masuk ke pasar.

Sampe di rumah aku nggak langsung masak, mulai berebut menghabiskan jajan pasar yang tadi aku beli. Akhirnya kami kekenyangan, dan acara masak pindang patin jadi tertunda...hehehe. Agak siang aku baru mulai lagi, mencuci ikan, menyiapkan bumbu dengan bolak-balik baca resep hasil contekan . Bikin sambel terasi, ngerebus lalapan (terong, dedaunan, dan kacang panjang), yang pasti nggak ketinggalan, masak nasi...

Hmmm LAPER lagi...
unai @ 11:49 PM -

PERJALANAN KE KOTA SERIBU SUNGAI
Monday, November 21, 2005
 



Berkenalan dengan seseorang yang baru, ternyata tidaklah terlalu sulit seperti yang terbayang sebelumnya. Karena usia yang bertambah, sedikit banyak kemampuan bersosialisasi, komunikasi, akan berkurang. Alasannya bukan karena memilih komunitas mana yang pas dan mana yang tidak, tapi perasaan nyaman, dibutuhkan, belajar banyak, dan saling memberi..atau bahkan lebih.

Windede, kenalan baruku...membuatku tergugah untuk menulis sedikit tentang perjalananku September tahun lalu ke Banjarmasin, kota seribu sungai itu. Tak ada libur khusus atau cuti yang aku ambil, aku hanya ingin menghabiskan weekend di sana, meliburkan diri, melepas penat dan mengunjungi keponakanku yang cakep-dan lucu-lucu. Tentulah bersama Alif serta Husbie-ku. Transit di Juanda Surabaya, untunglah kali ini nggak delayed sehingga belum terlalu siang untuk sampai di sana.

Saat menginjakkan kaki di Samsudin Noor, matahari belumlah terlalu tinggi, tapi terik sudah menyengat, seperti menginjakkan kaki di atas bara. Aspal seperti menguap, di sana sini fatamorgana. Dari dalam taxi, pemandangan yang tidak jauh berbeda dengan Palembang, mulai aku tangkap di sepanjang perjalananku menuju rumah.

Di sebuah kompleks perumahan Sultan Adam yang jalannya belum beraspal itu kami mulai mengeluarkan barang bawaan dari dalam bagasi taxi.Kompleks perumahan yang tak terlalu besar, dengan barisan rumah masih dalam hitungan jari. Tak sengaja memperhatikan, di halaman depan rumah di kompleks ini pasti tertananam pohon jambu air, memang meneduhkandan mungkin karena cuaca yang sangat panas ini cocok sekali bertanam jambu air yang menyegarkan, ada yang hijau, kecoklatan, dan merah. Aku hanya sesekali menelan ludah yang mulai kering.

Bertemu dengan keponakanku Affan dan Adip. Affan, anak cerdas yang good looking tapi berkaca mata minus, mungkin karena dia tidak terlalu menuyukai sayur dan buah, adalah cucu pertama dari keluarga Husbie. Anak SD yang mengikuti program akselerasi itu bukan tergolong anak nakal tapi agak malas kalau disuruh mandi. Hmmm…smels not good. Adib, nah keponakanku satu ini cakep, berparas bangsawan *menurutku, sayangnya Allah memberi kami cobaan, Adip terkena Autisma, meski begitu kami tak pernah lelah berusaha untuk kemajuan kemampuan komunikasinya, terlebih orang tuanya. Semoga Allah menguatkan keduanya, dan semoga ada keajaiban untuk Adib. Acil sayang kalian….

Menjelang sore, aku, Alif, dan husbie dengan diantar Mas iparku sekeluarga menghabiskan senja di tepian sungai, menikmati soto Banjar yang terkenal itu, dan menyusur sungai dengan perahu kelotok. Meski di palembang ada juga perahu sejenis, tapi sungguh ini adalah pengalaman pertamaku. Tak heran kalau aku terlihat pasi, tak mampu berbicara, aku mabuk…bukan mabuk laut tapi mabuk sungai. Tak berapa lama aku mulai bisa menyesuaikan diri, tidak panik ketika oleng, dan sudah mulai tertawa meski masih dalam takut.

Masih di atas perahu kelotok, beberapa kali kamera menangkap kegiatan orang diseberang, ada yang mandi, mencuci beras, buang air (besar dan kecil), wudhu, dan bahkan gosok gigi. Aku bergidik membayangkan air berwarna coklat itu masuk ke dalam rongga mulut mereka. Sayangnya kamera yang kubawa tidaklah mampu menangkap obyek gambar dengan baik karena aku masih gemetar, belum lagi Alif mulai rewel, rupanya dia juga merasakan ketakutanku.

Spertinya tak lengkap datang ke Banjar tanpa makan lontong sayur khas Banjar, Lontong ORARI pilihan kami, di warung makan yang lebih mirip rumah dan berbahan kayu ulin hitam mengkilap ini kami menggelar gesah. Konon katanya tempat itu tempat radio amatir pertama kali mengudara dan sembari menikmati lontong bisa samblil ber-ORARI ria," lucu juga".

Pagi sekali, setelah azan subuh aku ke pasar terapung, pasar unik yang baru kali ini aku temui. Kami Cuma mengendarai sepeda motor yang kami titipkan di tempat penitipan di tepi sungai itu, dan kami mulai menyewa *lagi perahu kelotok…duh.. perutku mulai geli karena kelotok yang aku tumpangi dihempas-hempaskan ombak, sesekali pengemudinya mengeluarkan air yang masuk ke dalam kelotok dengan menggunakan gayung plastik atau ember. Aku meminta ke pengemudinya untuk lebih pelan dalam mengemudikannya. Sambil menahan mual dan ngeri beberapa obyek lagi tertangkap, lagi-lagi hasil jauh dari maksimal...Pemandangan yang indah. Aku takjub dibuatnya. Melihat ibu2x membawa dagangan yang memenuhi perahu mereka, ada pisang, semangka, sayuran, kelapa, dan banyak sekali yang lainnya. Perahu kelotok mereka juga ada yang bermesin dan sebagian dari mereka yang mendayung. Sungai sudah tak terlihat seperti sungai, aku melihat laut. Laut yang dipenuhi perahu kelotok. Dari kejauhan nampak seperti gunung hitam berkilat yang kian mendekat, ternyata batu bara yang ditambang itu di bawa ke tempat pengolahan dengan menggunakan kapal besar.

Perjalanan kulanjutkan ke Martapura, membeli oleh2x kecubung dan giok, beberapa kalung, cincin, dan liontin batu. Aku masih menyimpannya beberapa, dan sebagian lagi sudah kuberikan ke sanak dan sahabat. Trayek terakhir adalah jembatan Barito, jembatan panjang dan tinggi menciutkan nyaliku untuk berdiri tegak di atasnya. Aku cuma bisa duduk di tengah, bukan di pinggir. Karena aku sudah nggak mampu menghentikan getar di lututku. Tak banyak yang bisa aku dapat di sini, padahal senja mulai menjelang, dan sunset hampir tergelincir. Sungguh aku nggak bisa menikmatinya, karena takutku. Bagaimana tidak, jembatan yang tinggi itu bergetar setiap kali kendaraan melintasinya., dan aku semakin gemetar dibuatnya. Terkekeh mereka menertawakan aku yang dengan merangkak mendekati mobil yang diparkir di bahu jalan,

Sayang, kami harus segera pulang, tanpa sempat menyaksikan pesta JUKUNG HIAS itu. Banjarmasin...I'll come to you...


unai @ 8:35 AM -

LELAH
Friday, November 18, 2005
 
Aku lelah membenamkan cinta...
Merentangkan lengan yang tak tertaut...


Di senja yang sepi, aku masih menanti, memastikan rasa..
menepis rindu yang berkelebat...
Mendapati jingga, mengantar kelam...

Mengertilah!!
unai @ 12:55 AM -

BELUM CUKUP LIBURKU
Wednesday, November 16, 2005
 
Sudah lewat satu hari sejak kepulangan sudaraku ke Prabumulih, setelah seminggu ini mereka di Jogja. Dua hari menginap di rumahku, sebelumnya mereka lebih memilih menginap di Hotel karena personil mereka yang banyak dan mungkin juga pakewuh atau nggak enak hati dengan kami. Kami sambut kedatangan mereka dengan suka cita. Lah wong selama ini kami belum pernah ketamuan orang apalagi saudara. Rumah yang buat kami cuma tempat numpang tidur akhirnya diramaikan juga oleh datangnya saudara-saudaraku, saudara ipar dari kakak perempuanku . Rumah kami yang cuma berkamar tiga menjadi sangat sempit. Ditambah kedatangan mereka yang dalam rangka menikahkan anak membuat bawaan mereka yang seabrek bertumpuk di dalam satu kamar.

Persiapan pernikahan yang terkesan mendadak, tapi bukan karena sesuatu yang buruk telah terjadi membuat kami kalang kabut menyiapkan segala sesuatunya. Maklumlah, kami di pihak laki-laki. Rabu siang, pulang kerja aku langsung mengantar mereka membeli keperluan hantaran. Melelahkan dan laper, dari kantor aku sudah diajak lunch bareng temen2x yang laen, tapi karena aku sudah janji dan aku nggak mau membuat mereka menunggu lama aku langsung cabut menemui mereka. Lumayan..kakiku sampai kram, karena setiap jajaran toko di sepanjang Malioboro kami masuki. "Ugh..untung gak setiap hari" batinku. Aku juga yang menata hantaran dalam kotak berhias renda merah jambu, membentuk mukena dan sajadah menjadi menjadi Masjid dan menaranya, kain menjadi kelopak bunga, menghias pisang sanggan,dan mempersiapkan semuanya, termasuk video shooting beserta editnya.

Di rumah yang beraura jawa kental di wilayah Klaten itu, tempat kami menyaksikan perjanjian agung. Rumah kuno yang meski sudah banyak direnovasi di sana-sini, tapi kesan antik masih tertinggal. Rumah dengan pendopo yang luas dan gebyog berbahan jati yang di kanan kirinya masih banyak sekali sawah, sebagian sudah dipanen, tapi masih banyak juga yang masih dibiarkan menguning. Indah sekali. Apalagi pagi itu, saat kami melewati jalan kecil itu, matahari baru saja bangun dari tidur nyanyaknya. Warna jingga membias, menyeruak dari balik pepohonan rindang di tepi sawah itu. Sebuah pemandangan yang membuat mata enggan berpaling, nggak berhenti membuat aku berdecak.

Setelah acara selesai, menjelang siang kami langsung pulang, dan aku kembali ke kantor, menyelesaikan beberapa surat yang sudah dateline. Memenuhi janji ketemu Bendahara dan Wakil Majelis, membahas persoalan dan menyiapkan jawabannya buat Perguruan Tinggi . Fuihhh capeknya! Ternyata, aku masih menginginkan liburan itu...
unai @ 10:25 AM -

YOU LIFTED ME UP SIST...
Friday, November 11, 2005
 
Perjalanan waktu yang seolah berlari membuatku tersadar, sudah sekian tahun kita terpisah oleh jarak dan waktu. Sudah banyak yang berubah sejak kepergianmu, sejak kelulusan kita, sejak kita tak lagi bercanda di tepian danau kecil di tengah kampus kita. Mungkin kamu sudah lupa Ai, tapi sungguh aku masih menyimpan rapi segalanya tentang kamu, tentang persahabatan kita. Dan dengan tidak bermaksud melebihkan, kamu istimewa sama istimewanya dengan Susi, dan tidak Adis. Kenapa dia? Aku juga nggak tau Ai, kenapa aku tak sanggup membuka sedikit saja pintu maaf buat dia. Kamu tak henti menasihati aku, agar lebih legowo. Kamu, Susi adalah sahabat terdekatku ketika itu. Ada nyaman dan perasaan saling membutuhkan serta kesamaan kepentingan yang mendekatkan kita. Entah kapan tepatnya aku mengenalmu, yang pasti kamu tlah ada, di sini, tak lekang.

Aini, Kamu masih ingat persahabatan kita berempat?. Kita berempat berlatar belakang beda, tapi itulah yang menyatukan kita. Dimana aku, di sana pasti kalian, pun sebaliknya. Kita bertiga (aku, kamu, dan Susi) berbarengan mengerjakan skripsi, dan Adis yang mungkin brilian itu sudah mencuri start lebih dahulu, dan kita tertinggal jauh. "Tak apa", katamu, yang terpenting kita lulus dengan nilai bagus above average.
Ai, kamu masih suka menulis? Cerpenmu, bakal novelmu, puisi cintamu, dan EVOL-mu, yang sering kamu ceritakan pada kami, kemana itu semua? Kenapa tidak kamu mulai lagi semuanya? Bukukanlah Ai, bukankah itu juga salah satu cita-citamu selain citamu yang lain "mengayakan hati".

Apa kamu juga masih ingat beberapa teman kita yang lain?. Roy, cowok kalem yang sempet aku taksir, Noval anak Medan yang berhati lembut dan cakep yang digilai Adis, Rizal, Mas Yok, Yoganda, Sherly, Ratih, Y. Santika cowok jawa yang feminim dan yang lainnya. Ah, aku jadi rindu mereka. Mereka juga ikut mewarnai kebersamaan kita.

Ai, belakangan aku terima kabarmu, kamu sudah menikah dengan Haris, lelaki yang beruntung itu. Bagaimana tidak, kamu memiliki segalanya Ai, cantik, pintar, keibuan dan dewasa. Jujurku, aku belajar banyak darimu. Susi sekarang di Pontianak, berwirausaha dan sukses, tapi belum menikah seperti kita. Kamu di Medan, dan Adis di Jogja, sama seperti aku. Tapi ternyata aku lebih merasa dekat dengan kalian yang jauh daripada dia yang dekat.
Ai, seperti masih dalam hitungan detik kebersamaan kita, dan sungguh aku ingin mengulangnya kembali. Andai waktu dapat kuputar kembali ke saat itu. Sms-mu kemarin malam yang belum aku reply kembali menyadarkan aku, betapa besar hatimu dan membuat aku merasa malu dengan diriku sendiri, menyadarkan aku akan kenaifanku. Terima kasih Ai, You lifted me up. (dapet salam sayang dari Husbie dan Alif)
unai @ 7:15 PM -

KETIKA LIBUR LEBARAN HAMPIR USAI
Wednesday, November 09, 2005
 
Kucoba mengejar hari…yang berlari bagai burung terbang tanpa hinggapan. Tak terasa, Liburan hampir usai. Libur Idul Fitri, meski perayaannya tak sesahdu tahun sebelumnya, namun setidaknya aku bisa belajar banyak, memaknai Lebaran dengan kesederhanaan, tanpa saudara-saudaraku ku yang tentunya teramat aku rindukan, tanpa keponakan-keponakanku yang lucu dan menggemaskan, tanpa kue khas buatan Mbak Ella, serta pindang kaki sapi yang hot and spicy, rendang, dan opor buatan Mbak Sri, sungguh aku benar2x merasa kehilangan semua itu. Dan kali ini aku benar2x berlebaran dengan makna yang mungkin adalah sesungguhnya. Ya…lebaran dalam sepi.

Untunglah ada Bapak, jadi kami bisa berkunjung ke tempat Uwak di Ngangglik, ke rumah Om ku di Piyungan, dan tetangga kami sewaktu masih di Prabumulih yang sudah pindah ke Pakem. Senangnya tambah saudara lagi. Karena sejak aku memilih menetap di Jogja, aku belum pernah ketemu mereka meski aku tau keberadaan mereka. Itulah sisi jeleknya aku, aku malas bepergian…ke rumah yang ternyata rumah saudaraku, padahal aku tau’ dengan silaturahim bisa banyak saudara, panjang usia, dan rejeki lancar. Amien… Tapi kalo aku nggak di oprak-oprak Bapak untuk sowan ke mereka aku juga malas.

Rumah Uwak di Ngaglik KM 10, Jl. Kaliurang, rumah yang Hommy, adem karena selain terletak di dataran tinggi, di halaman depan banyak tanaman, pohon mangga yang berbuah lebat menggiurkanku, tapi aku nggak berani minta, akhirnya aku nyolong juga, saat mereka sedang kumpul di ruang makan. Ada juga pohon matoa yang berbuah lebat sekali, tapi sayang tak satupun yang matang, dan aku harus bersabar menunggu…harus ke Ngaglik lagi? Ugh jauh!


Sammy ( Mas Sam ) si Samwords ke Jogja, berlebaran dengan keluarga dan menyempatkan menemui aku dan husbie, sayang waktunya singkat, Sammy harus ke Madiun. Mungkin dua hari Sammy di sana, dia kontak aku kalo dia bakal ke Jogja lagi. Hmmm bisa ketemuan lagi, sayangnya kopdaran yang rencananya bakal ada Ken dan Gita sebagai bintang tamu berujung GATOT alias Gagal Total. Ken tak tau’ dimana rimbanya?, sementara Gita, sebelum berencana ke Jogja dia panas tinggi, katanya Demam Rindu aku juga ngga tau pasti tertuju ke siapakah gerangan rindunya itu ?





Yang ada, kami kencan bertiga, Sammy, aku dan Isna. Kita kaya sudah kenal lama ya?. Sammy yang diduga narsis ternyata jauh lebih narsis dari yang dibayangkan, *sambil bengong sebenernya narsis itu apa?* . Selain imut dan manis, (huhuhu) Sammy juga punya banyak kelebihan yang lain, seperti kelebihan andeng-andeng alias tahi lalat di sekitar mulut yang katanya bawa hoki, ya beruntung cuma tahi lalat, coba kalo tahi kuda (gubraks). Isna baru aja dateng dari Oslo, ehm maksudku Solo, juga punya banyak kelebihan yang sama dengan Sammy, andeng-andeng yang bikin tambah manis.

Tamansari tujuan utama kami, selain dekat tempatnya juga bagus untuk mengasah naluri memotret yang dimiliki Sammy. Sebuah bangunan bersejarah peninggalan Sultan Agung, sayangnya aura kuno dan mistisnya sudah berkurang karena belum lama ini direnovasi. Jadilah kami berdua, aku dan Isna menjadi model dadakan. Hmmm model?. Hari yang menyenangkan bisa mengenal orang yang selama ini ada di lintas maya. Sore menjelang, tanpa terasa mengantar kami di ujung perpisahan. Mengharuskan kami kembali pulang dan pasti membawa cerita yang sulit untuk di delete filenya dari memori kami. Hmmm meski lebaran tak se sahdu tahun lalu, setidaknya aku mendapatkan sesuatu yang lain di ujung liburan Lebaran kali ini.




ini hasil jepretannya.. narsis kan? *sambil nyengir bilang NARSIS-nya :p
unai @ 9:01 AM -

 
Profile

unai - Yogya, Indonesia
Sebelum kita mengantarkan mentari pulang ke peraduan, mari buka tirai sejenak, agar angin menelusupkan damai...meninggalkan rahasia..entah untuk siapa??? UNTUKMU ???
My profile

 
tag here please
Free shoutbox @ ShoutMix
 
 
Guys Next Door
 
Other Side of Me
 
 
Hobbies
 
Previous Post
 
Recent Comments
 
Archives
 
credits

BLOGGER


BlogFam Community

Lomba Blogfam HUT Kemerdekaan RI ke 62
Lomba Hut ke-3 Blogfam

Tour de Djokdja

Pesta Blogger 2007