...and the story begin
Another Cerita Mudik
Monday, October 29, 2007
 

Sabtu itu, sepuluh hari yang lalu, jalan jalan di Prabumulih masih tampak ramai, maklum saja, masih suasana lebaran. Selama masih dalam bulan Syawal, Prabumulih masih tetap lebaran. Sampai sampai keponakan saya yang masih kecil minta dibelikan beberapa baju baru. Ada yang sampai tujuh baju baru. “ Untuk lebaran hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya…” katanya. Ah..saya senyum sendiri mendengarnya. Mungkin saya juga dulu begitu?. Entahlah, yang saya ingat adalah sepeda baru yang dihadiahkan ibu sebagai “BONUS” karena puasa penuh satu bulan.

Bagi saya yang telah melewati banyak Idul Fitri di Jogja, Prabumulih tetap saja menjadi kota yang saya rindukan. Suasana lebaran yang berbeda adalah salah satu biangnya.

Lain padang lain belalang…kalau di Jogja, selepas shalat Ied, silaturahim cukup dengan menggelar syawalan di masjid, lalu pulang. Copot copot baju, dan siap siap tidur, balas dendam karena jarang tidur selama Ramadhan, hehe. Tapi di Prabumulih, tradisi berkunjung ke rumah kerabat, tetangga dan sahabat masih belum tergantikan dengan hanya halal bi halal di lapangan sepulang Shalai Ied, atau menggelar syawalan di tiap RT di masjid masjid.

Tradisi ini lebih dikenal dengan sebutan sanjo (entah dari asal kata apa? dalam bahasa Jawa biasa disebut ujung). Walaupun lebaran sudah berlalu, tapi masih menyisakan ke meriahnya. Kue dan penganan khaspun masih belum beranjak dari meja ruang tamu setiap rumah, siap menemani obrolan mesra orang orang yang jarang bertemu di hari selain hari raya ini.

Anak anak dengan baju baru, berlari ke sana kemari dengan membawa dompet atau tas kecil yang memang disiapkan untuk menyimpan uang pemberian. Namanya juga anak anak, tidak bisa pegang uang sedikit, maunya dibelanjakan saja. Takut kalau kalau nanti uangnya tak laku, mungkin. Nah yang untung adalah pedagang mainan. Kesempatan baik mengeruk keuntungan sebanyak banyaknya dengan memanfaatkan momen dan memonopoli pasar. Kebanyakan pedagang bukanlah mereka yang benar benar berprofesi sebagai pedagang mainan. Mereka adalah pedagang mainan dadakan. Mereka menggelar lapak di sepanjang emperan toko.

Mainan paling populer setiap lebaran adalah pistol dan senapan yang menyerupai bentuk aslinya dengan peluru bulat kecil yang siap melesat mengenai sasaran. Lihat saja, sepanjang jalan, di setiap rumah, anak-anak sibuk dengan piranti berperang mereka. Sampai sampai saya ketakutan sendiri, takut terkena peluru nyasar. Lumayan perih juga, apalagi kalau kena mata. Duh.. tak terbayang bagaimana sakitnya.

Meskipun permainan ini berbahaya, terbukti dari anak tetangga saya yang matanya terkena peluru dan harus dilarikan ke rumah sakit, namun permainan ini tetap diminati.

Sanjo, penganan, pistol pistolan …sebuah kekhasan lebaran di Prabumulih.

unai @ 5:02 PM -

CERITA MUDIK II
Friday, October 26, 2007
 
"Kamu jadi hitam sekali"

begitu sapa teman saya, di hari pertama saya masuk kantor. Wah sapaan yang manis sekali kedengarannya bukan? Sudah lebaran, maaf maafan eee dia malah menghina saya hitam, padahal saya ini negro...!!! heheh. Saya yang memang jarang memperdulikan penampilan ini akhirnya penasaran juga, apa bener saya gosong? Mungkin saya lupa membalik waktu bejemur kemarin itu?. Dan mengendap endaplah saya ke toilet lantai 3, di ujung gang sana. Takut ketahuan kalau saya ngaca. Takut ketahuan juga kalau saya ngacanya lama...hohoho.

Aihhh benar juga, saya lebih hitam sekarang. Kulit saya yang "kuning bangsat" ini berubah warna menjadi "sawo busuk". Ah tak apalah, toh hitam juga manis. Nah penyebab kehitamannya saya ini pasti berkaitan dengan mudik lebaran kemarin itu.

Prabumulih memang panas, panas sekali...Kulit serasa dipanggang di atas panggangan sate. Tapi tetap saja tak menyurutkan hasrat saya untuk keliling kampung, dan saya lebih memilih sepeda motor untuk dikendarai (gak ada andong, apalagi kusirnya).

Puas rasanya bisa keliling kota kecil ini. Banyak yang berubah, dan saya masih tetap saja suka ke lokasi pengeboran ; karena dulu bapak sering mengajak saya ikut serta di sela kerjanya.


Nah lokasi pengeboran minyakyang satu ini memang menyengat panasnya, tapi lihat eksotis kan...???sayangnya saya ini bukan fotografer andal...jadinya foto seadanya saja. Sayang saya tak sempat berkenalan dengan alat alat berat itu. Gagah sekali yah rasanya bisa mengoperasikannya.


Gersang dan panas itu sudah pasti, wahh berapa lama lagi ya bumi kita ini bertahan? kelelahan dieksploitasi manusia yang serakah....Lho kok alih topik saya ini ya...


Saya berasa menjadi seorang insinyur pertambangan, mondar mandir di bawah panas...sambil motret sana sini.






Ok saya lanjut perjalanan saya, menyusuri tempat saya dulu sekolah...SD saya..TK saya..sekarang sudah berubah menjadi perkantoran. Rumah pohon saya sudah ditebang, empang belakang rumah saya dulu sudah kering, dirimbuni semak bahkan. Meski lelah saya seolah melihat keriangan masa kecil saya. Ikut bapak ke lokasi, mancing ikan di langen tirta, membaca buku di rumah pohon, mandi hujan dan memungut buah mangga tetangga yang jatuh.


Sungguh kepulangan saya saya kemarin mampu menghadirkan romantisme masa remaja saya..huhuy.
Biar saja saya hitam..hitam hitam kereta api kan? biar hitam tetep aja kereta api hehe...(bersambung)
unai @ 9:08 PM -

Cerita Mudik I
Tuesday, October 23, 2007
 
Mudik = Pulang ke Udik. Udik udik gini saya yah punya udik..hehhe udik kok bangga.
Ya iya dong, untung saya masih punya udik, kalo yang nggak punya udik yaaaa gak bisa mudik kan?? hehe...

Bingung saya mau mulai cerita dari mana? Mudik saya yang sebelas hari ini jelas berwarna warni. Indah sekali. Selamat melebarkan sayap iri bagi kalian kalian yang gak punya udik yaaaa...

Mudik buat adalah ajang melepas kangen. Setelah sekian lama berpisah dengan keluarga besar, maka Lebaran adalah ajang penyatuan, berkumpul, menikmati kehangatan yang dulu senantiasa dilewati bersama. Meski mudik adalah sebuah kesempatan yang harus dibayar mahal. Bagaimana tidak, kami harus pintar pintar menabung sepanjang tahun, untuk bisa mengunjungi orang tua saya yang tinggal satu-satunya. Kalau teman saya ini menulis, bahwa mudik kerap juga menjadi ukuran berhasil-tidaknya sang perantau dan kadar kesuksesan lantas ditimbang berdasarkan materi yang kasat mata, mungkin ada benarnya..tapi kalau buat saya...PULANG...itu saja sudah cukup. Tak perlulah saya sok sok beruang, padahal saya ini domba hehe. Lah wong untuk pulang ini saja mahal, boro boro menghambur-hamburkan uang yang dikumpulkan sepanjang tahun, wong uangnya juga mepet pet..., gimana bisa dihamburkan?
Menginjakkan kaki, di Bandara Sultan Mahmud Badarudin II, membuat saya tak sabar untuk segera bertemu Bapak, Kakak, dan keponakan keponakan saya yang ternyata sudah besar-besar. Tiga tahun alpa dalam rutinitas lebaran di kampung halaman membuat rindu saya rasanya ingin meledak. Bagaimana tidak ?, saya menghabisakan masa kecil dan masa remaja saya di kampung bersama kehangatan keluarga besar, dan sekarang sulit untuk saya nikmati setiap saat.

Bapak yang tinggal di Prabumulih, yang berjarak kurang lebih 98 km dari Palembang maka malam itu juga kami, yang sudah dijemput kakak dan bapak langsung saja pulang. Sengaja saya minta kakak untuk memilih jalan protokol. Keindahan Palembang nampak dilengkapi sahut sahutan takbir dari masjid juga semaraknya takbir keliling.


Karena kami datang pas malam takbiran, praktis hampir semua toko dan warung makan tutup. Padahal dari sejak lama saya sudah megidam idamkan makan pindang ikan patin, masakan khas sumatera selatan ; ikan yang dimasak dengan bumbu asam manis pedas, hampir mirip dengan tomyam. Pindang di simpang Polda yang terkenal itu ternyata tutup, di Musirawas juga, dan kami baru menemukan warung pindang di depan UNSRI Indralaya. Tak apalah, yang penting dapat juga pindang yang rasanya legendaris itu (halah).

Cerita mudik masih akan bersambung setelah komen komen berikut ini...I miss u all :)
unai @ 2:03 PM -

Pelupa Akut
Thursday, October 04, 2007
 

Saya celingukan mencari telepon genggam cdma "bandem kirik" saya yang raib entah di mana. Ditakdirkan dengan nasib pelupa ya begini ini. Kata temen saya, "kalo saja hidung nggak cementhel (nempel) mungkin sudah hilang atau lupa naruhnya juga". Walah...terlalu yah saya ini.

Kembali ke hape bandem kirik tadi, (untuk mengatakan kalau hape itu besar dan cocok sekali untuk melempar anjing tetangga yang suka mencuri sandal). Saya sudah pusing keliling-keliling mencari tu hape. Sudah saya bongkar semua penjuru rumah, dari tas sampai kolong tempat tidur, dari rak-rak buku sampai rak bumbu dapur, tapi nihil.... Saya telpon berkali kali tapi mati, nggak ada nada panggil, katanya di luar area. Lah di luar area mana???

Namanya juga ibu rumah tangga yang baik, sambil mencari saya menggiling cucian di mesin cuci yang sudah saya rendam sejak dua jam. Tapi...kok..."GLUDAK GLUDAK", ada suara yang mencurigakan dari dalam mesin cuci. Oalahhhh hape saya ikut dicuci ternyata...sudah wangi diterjen, tinggal bilas, jemur dan setrika biar rapi...huhu memang mungkin sudah waktunya dia mandi kali ya.

Lah kok hape...kemarin lain lagi, STNK kendaraan biru saya jadi bubur karena dicuci juga. Saya juga heran kenapa STNK itu nggak tinggal baik baik di dalam dompet ? kok malah milih ngadem di saku blazer hitam saya? Wah wah ada yang punya obat anti lupa?
unai @ 4:41 PM -

 
Profile

unai - Yogya, Indonesia
Sebelum kita mengantarkan mentari pulang ke peraduan, mari buka tirai sejenak, agar angin menelusupkan damai...meninggalkan rahasia..entah untuk siapa??? UNTUKMU ???
My profile

 
tag here please
Free shoutbox @ ShoutMix
 
 
Guys Next Door
 
Other Side of Me
 
 
Hobbies
 
Previous Post
 
Recent Comments
 
Archives
 
credits

BLOGGER


BlogFam Community

Lomba Blogfam HUT Kemerdekaan RI ke 62
Lomba Hut ke-3 Blogfam

Tour de Djokdja

Pesta Blogger 2007